Pengertian Norma
Supaya hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dibuatlah norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja, namun lama-kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu di dalam jual-beli, seorang perantara atau makelar tidak harus diberi bagian atas keuntungan, akan tetapi lama-kelamaan terjadi kebiasaan bahwa perantara harus mendapat bagiannya, dimana sekaligus ditetapkan siapa yang menanggung itu, yaitu pembeli atau penjual kah.
Norma yang merupakan pedoman atau patokan perilaku itu sebenarnya bersumber dari nilai-nilai, oleh karena pedoman-pedoman perihal perilaku itu didasarkan pada konsepsi-konsepsi yang abstrak tentang apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak. Jadi dapat dikatakan bahwa norma merupakan wujud konkrit dari nilai-nilai, pedoman mana yang berisikan keharusan, kebolehan, dan suatu larangan.
Secara sosiologis, norma-norma sosial itu tumbuh dari proses kemasyarakatan, hasil dari kehidupan bermasyarakat. Individu dilahirkan dalam suatu masyarakat dan disosialisasikan untuk menerima aturan-aturan dari masyarakat yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, Emile Durkheim menyatakan bahwa norma-norma sosial itu adalah sesuatu yang berada di luar individu. Membatasi mereka dan mengendalikan tingkah laku mereka.
Menurut David Berry, unsur pokok dari suatu norma adalah tekanan sosial terhadap anggota-anggota masyarakat untuk menjalankan norma-norma tersebut. Latar belakang pemikirannya adalah bahwa apabila aturan-aturan yang tidak dikuatkan oleh desakan sosial, maka ia tidaklah dapat dianggap sebagai norma-norma sosial. Desakan sosial ini merupakan pertanda bahwa norma itu benar-benar telah menjadi norma sosial, sebab norma disebut sebagai norma sosial bukan saja karena telah mendapatkan sifat kemasyarakatannya, akan tetapi telah dijadikan patokan dalam perilaku.
A. Macam-Macam Norma :
Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang daya ikatnya lemah, sedang, sampai yang terkuat daya ikatnya.
Berdasarkan sanksinya norma dibedakan menjadi empat, yaitu :
a. Cara (usage)
Cara (usage) menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai kekuatan yang sangat lemah bila dibandingkan dengan kebiasaan (folkways). Cara (usage) lebih menonjol di dalam hubungan anatar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk makan. Ada yang makan tanpa mengeluarkan suara, namun ada pula yang sengaja mengeluarkan suara. Dalam cara terakhir biasanya orang tersebut dianggap tidak sopan.
b. Kebiasaan (folkways)
Mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan bukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan maka akan dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat.
c. Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia yang dilaksanakan sebagai alat pengawas secara sadar maupun tidak sadar oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya, sehingga secara langsung merupakam alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Tata kelakuan sangat penting, karena:
a. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu
b. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antar anggota masyarakat.
d. Adat-istiadat (custom)
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkatkan kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat-istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan dikenakan sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. Suatu contoh, hukum adat yang melarang terjadinya perceraian antara suami-istri, yang berlaku pada umumnya di daerah Lampung. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran akan dikeluarkan dari masyarakat.
Berdasarkan sumbernya, norma dibedakan menjadi lima yaitu :
· Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa. Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
· Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Contoh: Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang
· Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, tidak kencing di sembarang tempat.
· Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
· Kode etik
Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya.
Norma-norma tersebut, setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, akan tetapi dapat berlangsung lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi institutionalized dalam masyarakat, tetapi menjadi internalized. Maksudnya adalh suatu taraf perkembangan dimana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, norma-norma tadi telah mendarah daging (internalized).
B. Fungsi Norma
Norma-norma , aturan proseduran dan aturan perilaku dalam kehidupan sosial pada hakikatnya adalah bersifat kemasyaakatan. Yang dimaksud bersifat kemasyarakatan yaitu bukan saja karaena norma-norma tersebut berkaitan dengan kehidupan sosial tetapi juga kerena norma-norma tersebut adalah pada dasarnya merupakan hasil dari kehidupan bermasyarakat. Norma-norma adalalah bagian dari masyarakat. Norma tumbuh dari proses kemasyarakatan, ia menentukan batasan dari perilaku dalam kehidupan masyarakat. Fungsi dari norma social itu sendiri adalah sebagai control social (pengendalian social). Arti sesungguhnya pengendalian social jauh lebih luar, karena pada pengertian tersebut tercangkup segala proses, baik yang direncanakan atau tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat mematuhi kaidah-kaidah dan nilai social yang berlaku. Jadi pengendalian social dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya (misalnya seorang ibu mendidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan individu terhadap kelompok social (umpamanya seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian social dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok lainnya, atua oleh suatu kelompok terhadap individu.
Dengan demikian, pengendalian social terutama bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian social dapat bersifat preventif atau represif. Preventif merupakan usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian dengan keadilan. Sementara itu usaha-usaha yang represif bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Sementara itu represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaedah-kaedah yang berlaku.
Alat-alat pengendalian social dapat digolongkan kedalam paling sedikit lima golongan, yaitu:
1. Mempertebal keyakinan anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan
2. Memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat kepada norma-norma kemasyarakatan
3. Mengembangkan rasa malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat bila mereka menyimpang atau menyeleweng dari norma-norma kemasyarakatan dan nilai-nilai yang berlaku
4. Menimbulkan rasa takut
5. Menciptakan system hokum, yaitu system tata tertib dengan sanksi yang tegas bagi para pelanggar.